Muhammadiyah merupakan organisasi dakwah Islam yang ada di Indonesia. Organisasi ini lahir di Yogyakarta pada tanggal8 Dzulhijjah 1330 H bertepatan dengan tanggal 18 November 2014. Pendiri Organisasi ini adalah seorang ulama sekaligus khatibamīn kesultanan Ngayogyakarta, yaitu K.H. Ahmad Dahlan. Muhammadiyah lahir berdasarkan pemahaman mendalam K.H Ahmad Dahlan terhadap kitab suci Al-Qur’an dan keprihatinannya terhadap kondisi sosio historis umat Islam saat itu. Muhammadiyah merupakan alat yang digunakan untuk mewujudkan gerakan praksis agar membebaskan umat Islam dan bangsa Indonesia dari keterbelakangan dan ketertindasan.

Muhammadiyahsecara bahasa berarti “pengikut Nabi Muhammad saw”. Lahirnya Muhammadiyah, setidaknya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor subyektif, yang terkait kepribadian K.H. Ahmad Dahlan yang ingin melakukan kajian mendalam terkait ayat-ayat Al-Qur’an, terutama surat Ali Imran ayat 104:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran/4: 104)
Kemudian faktor obyektif , yaitu faktor yang terkait kondisi umat Islam yang mengalami penyimpangan dalam pengalaman ajaran Islam dan rendahnyakualitas lembaga pendidikan umat Islam saat itu. Selain faktor tersebut, Muhammadiyah juga lahir dipengaruhi oleh kegiatan kristenisasi di Indensia yang semakin gencar melalu gerakan tiga “G” (glory, gold, gospel), penetrasi Bangsa Eropa, terutama Belanda, dan adanya pengaruh gerakan pembaharuan Islam di Timur Tengah yang dibawah para pembaharu Islam seperti Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridla. Berdasarkan beberap faktor tersebut, Prof. Mukti Ali, Menyebutkan bahwa kelahiran Muhammadiyah setidaknya disebabkan beberapa faktor menonjol berikut (1) ketidakbersihan dan tercampur aduknya pengamalan ajaran Islam oleh Masyarakat; (2) tidak efesiensinya lembaga pendidikan Islam; (3) Adanya aktivitas misi Katholik dan Protestan; dan (4) Adanya sikap meremehkan Islam dari kelompok masyarakat cendikian pribumi saat itu.
Gagasan pendirian organisasi Muhammadiyah, menurut Adaby Darban (2000: 13) secara praktis-organisatoris adalah untuk mewadahi dan memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyyah Diniyah Islamiyah, yang didirikan pada 1 desember 1991. Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari “sekolah” yang dikembangkan Kyai Dahan secara informal dalam memberikan pelajaran yang mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Menurut Djarwani Hadikusuma, sekolah yang didirikan pada tahun 1911 di kampung Kauman Yogyakarta tersebut, merupakan “sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah sekolah agama, yang tidak diselenggarakan di surau seperti pada umumnya kegiatan umat Islam waktu itu, tetapi bertempat di sebuah gedung milik ayah Kyai Dahlan, dengan menggunakan meja dan papan tulis, yang mengajarkan agama dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu umum.
Muhammadiyah dewasa ini telah berkembang hampir di seluruh wilayah Indonesia, bahkan sudah memiliki beberapa perwakilan Cabang Istimewa di luar negri, seperti di Malaysia, Mesir, Inggris, Australia, Jerman dan sebagainya. Muhammadiyah juga memiliki beberapa jenis amal usaha, seperti sekolah (TK ABA, SD/MI, SMP/MTS, SMA/SMK/MA, Ponpes), Perguruan Tinggi (Universitas, Sekolah Tinggi, Akademi), Panti Asuhan, dan Rumah Sakit. Keseluruhan amal usaha ini merupakan bagian dari gerakan dakwah Muhammadiyah, selain melalui tempat ibadah seperti Mesjid dan Mushola. Sebagai bagian dari kegiatan dakwah, maka seluruh amal usaha ini bersinergi bersama pimpinan organisasi untuk mengembangkan berbagai kegiatan dakwah yang kreatif, inovatif, dan berkemajuan dengan semangat amar ma’rūf nahī mungkar dan tajdīd (pembaharuan).
Ciri Perjuangan Muhammadiyah
Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah konsisten untuk menegakkan dan mewujudkan ajaran Islam yang sebenar-benarnya yang bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah dengan semnagat ijtihad yang diwujudkan dengan gerakan tajdid (pembaharuan), baik berupa purifikasi (pemurnian) dan dinamisasi (pembaharuan). Berdasar semngat tersebut, Muham,madiyah berupaya untuk mewujudkan tujuannya yaitu untuk menegakkan dan menjunjung tinggi ajaran islam yang sebenar-benarnya.
Dalam melakukan perjuangannya, Muhammadiyah setidaknya memiliki beberapa ciri sebagai berikut:
- Muhammadiyah sebagai gerkan Islam
Sebagai gerkan islam, Muhammadiyah meyakini bahwa agama Islam adalah agama yang benar dan mampu mengantarkan hidup dan kehidupan manusia yang sejahtera, baik di dunia dan akherat. Ajaran agama Islam yang benar menurut Muhammafiyah adalah yang bersumber langsung dengan Al-Qur’an dan as-Sunnah al-Maqbulah yang berasal dari Rasulullah saw. Unruk memahami ajaran Islam, Muhammadiyah mengembangkan daya fikir akal yang terwujud dalam kegiatan ijtihad, yaitu sebuah proses untuk mengerahkan segala kemampuan akal dalam menggali sumber ajaran Islam untuk mendapatkan kepastian Hukumnya berdasarkan wahyu dengan metode dan pendekatan tertentu.
Posisi ijtihad ini bukanlah sebagai sumber hukum, sehingga memungkinkan untuk dilakukan pengkajian dan pendalaman, sehingga ajaran Islam betul-betuk dapat dijadikan panduan hidup dan kehidupan manusia hingga akhir zaman. Prinsip ini pula yang menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang tidak menentukan untuk mengikuti salah satu madzhab dari empat madzhab yang berkembang di kalangan umat Islam. Masing-masing madzhab bagi Muhammadiyah memiliki posisi yang sama dan merupakan hasil dari proses ijtihad para ulamanya, sehingga pendapat para ulama Imam Madzhab hanya dijadikan sebagai referensi tambahan yang tidak mengikat dalam menentukan hukum.
- Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah
Muhammadiyah meyakini bahwa untuk mewujudkan ajaran Islam dalam kehidupan perlu dilakukan dakwah fi sabilillah. Kegiatan dakwah merupakan tanggung jawab setiap muslim yang dapat diwujudkan dalam berbagai kegiatan kehidupan. Dakwah muhammadiyah dilakukan dengan semangat amar ma’ruf nahi mungkar dan diwujudkan atas suikap hikmah (kebijaksanaan), mauidzah hasanah (peringatan yang baik), dan semangat musyawarah atas dasar takwa. Proses dakwah muhammadiyah dibangun atas strategi basyiran (kabar gembira) dan tandzir (peringan) bagi umat Islam, dan strategi ajakan dan kabar gembira bagi umat yang belum Islam.
Kegiatan dakwa Muhammdiyaha juga dilakukan dengan berbagai pendeketan, baik itu lisan, tulisan, maupun kegiatan nyata (bil Hal). Semua kegiatan kehidupan manusia diikhtiarkan untuk kebahagian hidup sesungguhnya merupakan bagian dari kegiatanm dakwah, sehingga kegiatan dakwah Muhammadiyah senantiasa diorientasikan pada upaya peningkata kualitas diri dan membebaskan umat manusia dari cara pandang dan cara hidup yang yang tertutup (jumud) dan kesyirikan. Dakwah Muhammadiyah adalah yang berupaya untuk memberikan pencerahan dan cara pandang hidup yang modern dan berkemajuan berdasar al_qur’an dan as-Sunnah, serta aturan perundang-undangan Pemerintah yang berlaku.
- Muhammadiyah sebagai gerkan tajdid
Tajdid berasal dari bahasa arab yang berarti pembaharuan. Tajdid mempunyai dua arti, dalam bidang akidah dan ibadah, tajdid bermakna pemurnian (purifikasi) dalam arti mengembalikan akidah dan ibadah kepada kemurniannya sesuai dengan sunnah Nabi SAW; dan dalam bidang muamalat duniawiah, tajdid berarti mendinamisasikan kehidupan masyarakat dengan semangat kreatif sesuai tuntunan zaman berdasar ajaran Islam.
Pemurnian ibadah berarti menggali tuntunannya sedemikian rupa dari sunnah Nabi saw untuk menemukan bentuk yang paling sesuai atau paling mendekati sunnahnya. Sedangkan dengan akidah, pemurnian berarti melakukan pengkajian untuk membebaskan akidah daru=i unsur-unsur khurafat dan tahayyul.
Tajdid di bidang muamalat duniawiyah (bukan akidah dan ibadah khusus), berarti mendinamisasikan kehidupan masyarakat sesuai dengan capaian kebudayaan yang dicapai manusia di bawah semngat dan ruh Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam aspek ini Muhammadiyah berpendapat bahwa beberapa norma di masa lalu dapat berubah bila ada keperluan dan tuntutan untuk berubah.
- Muhammadiyah sebagai Organisasi
Muhammadiyah memandang bahwa berorganisasi untuk menjalan kegiatan dakwah hukumnya wajib. Hal ini didasarkan pemahaman bahwa manusia dengan kehidupannya merupakan obyek pokok dalam hidup pengeabdinya kepada Allah. Manusia adalah makhluk berpribadi. Namun pribadi manusia tidak akan mempunyai arti nilai dan nilai hidupnya kehidupanya sendiri-sendiri.
Muhammadiyah berpendapat bahwa hidup bermasayarakat adalah sunnatullah dan berfungsi untuk memberi nilai yang sebenar-benarnya bagi kehidupan manusia. Ketertiban pribadi dan hidup bersama adalah unsur pokok dalam membentuk kehidupan masayarakat yang baik, bahagia, sejahtera.
Dalam pelaksanannya, Muhammadiyah memiliki struktur oragnisasi dari tingkat ranting hingga pusat, yaitu terdiri dari: Pimpinan Ranting, Pimpinan cabang, Pimpinan Daerah, Pimpinan Wilayah, dan Pimpinan Pusat. Proses pemilihan pimpinan Muhammadiyah dilakukan melalu proses permsyawaratan yang diatur secara khusus oleh Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Pimpinan Muhammadiyah inilah yang mengelola dan mengkoordinir seluruh kegiatan Muhammadiyah dan amal usahanya.
Muhammadiyah dan Prinsip Hidup Berkemajuan
Membicarakan Muhammadiyah tidak bisa dilepaskan dari pribadi pendirinya, yaitu K.H. Ahmad Dahlan. Murid beliau, K.H. R. Hadjid, menggambarkan bahwa K.H. Ahmad Dahlan merupakan sosok kyia cerdas, memahami kitab-kitab yang sukar, dan memiliki keistimewaan berupa rasa khauf (takut) terhadap hari akhir. K.H. Ahmad Dahlan juga merupakan ulama yang mengajarkan Islam tidak hanya sebatas transfer ilmu pangetahuan tetapi ia mendidik murid untuk mepraktekkan/mengamalkan ayat-ayat al-Qur’an yang dipelajari. Menurut K.H. Ahmad Dahlan mengamalkan ajaran Islam tidak perlu menunggu mengetahui semuanya, tetapi apa yang telah diketahui terus dipraktekkan, dimulai dari yang sidikit dan kecil. Untuk itulah beliau sering dikatakan kyai yang memiliki prinsip berilmu amaliyah dan beramal ilmiah.
Berdasarkan gambaran di atas, dapat dimkanai bahwa untuk meraih kehidupan bahagia menurut Muhammadiyah, seseorang harus memiliki sifat dan sikap hidup dan khidupan yang kuat dalam aspek aqidah, ibadah, dan perilaku. Kekuatan akidah dan ibadah diwujudkan dengan kuatnya rasa takut (khauf) kepada Allah SWT yang diwujudkan dengan lurus dan benarnya aqidah, jauh dari sikap syirik, tahayul dan khurafat. Aqidah yang dimiliki didasarkan pada semangat hidup tauhid sebagai ajaran pokok agama Islam. Semangat tauhid yang murni akan menghantarkan pemiliknya memiliki atribut yang akan melekat pada pribadinya, yaitu; (1) Memiliki keyakinan yang utuh dan totalitas; (2) Menolak segala bentuk kesyirikan; (3) Memiliki jiwa progresif untuk meraih kemuliaan hidup; (4) Memiliki tujuan hidup yang jelas; (5) Memiliki visi mengembangkan kehidupan yang harmonis antar sesama manusia (rahmatan lil alamin).
Ajaran tauhid adalah esensi dan tumpuan ajaran Islam yang tetap, tidak berubah-rubah, sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad saw. Kepercayaan tauhid ini meliputi tiga aspek; yaitu keyakinan bahwa Allah mencipta dan memlihara alam semseta; keyakinan bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang Haq; Keyakinan bahwa Allah SWT yang berhak dan wajib disembah. Seseorang yang memiliki tauhid akan tumbuh dalam dirinya dua kesadaran; yaitu kepercayaan akan hari akhir di mana manusia akan mempertanggungjawabkan perbuatannya; dan kesadaran bahwa hidup manusia semata-mata untuk beramal sholeh. Tauhid juga akan mengantarkan kehidupan manusia pada posisi dan kedudukannya sebagaimana tujuan penciptaannya oleh Allah SWT serta mengantarkannya pada kedudukan yang mulia di sisi Allah SWT.
Menurut Muhammadiyah, jika seseorang yang memiliki tauhid yang murni maka akan memiliki semangat ibadah dalam hidupnya. Hidup manusia seyogyanya harus diorientasikan untuk beribadah dan tunduk dan patuh hanya kepada-Nya. Hal ini sebagaimana ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S. Adz- Dzariyat/51: 56)
Ibadah dari ibadah secara bahasa memiliki makna; (1) ta’at (2)الطاعة tunduk (3) الخضوع hina الذل dan (4) pengabdian التنسك. Jadi ibadah merupakan bentuk ketaatan, ketundukan, dan pengabdian kepada Allah SWT. Adapun secara istilah, Ibnu Taimiyah memberikan defenisi ibadah dengan segala sesuatu yang mencakup semua hal yang dicintai dan diridhai Allah SWT, baik berupa ucapan dan amalan, yang nampak dan tersembunyi. Sedangkan Majelis Tarjih Muhammadiyah mendefinisikan ibadah dengan:
التقرب ألى الله بامتثال أوامره واجتنا ب نواهيه والعمل بما أذن به الشا رع
Ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-laranga-Nya. Juga yang dikatakan ibdah adalah beramal dengan yang diizinka oleh Syari’at Allah SWT.
Pengertian di atas memberikan gambaran bahwa ibadah adalah aktifitas yang mencakup totalitas seluruh aspek kehidupan manusia, baik lahir maupun batin, sehingga pelaksanaan ibdah harus melibatkan hati, lisan, dan anggota badan. Pelaksanaan ibadah ini terbagi menjadi dua, yaitu:
- Ibdah khashshah (ibadah khusus), yaitu ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan oleh nash, seperti: shalat, zakat, puasa, haji, dan semacamnya.
- Ibadah ‘ammah (ibadah umum), yaitu semua perbuatan baik yang dilakukan dengan niat karena Allah SWT semata, misalnya: berdakwah, melakukan amar ma’ruf nahi munkar di berbagai bidang, menuntut ilmu, bekerja, rekreasi dan lain-lain yang semuanya itu diniatkan semata-mata karena Allah SWT dan ingin mendekatkan diri kepada-Nya.
Pemahaman ibadah semacam ini selanjutnya akan mendorong seseorang untuk beramal sholeh. Iman, ibadah, dan amal sholeh merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan satu sama lain. Kebermaknaan dan kebahagiaan hidup akan diraih manakala seseorang memiliki kemanfaat bagi kehiduopan orang lain. Menurut Muhammadiyah, amal sholeh adalah perwujudan dari perjuangan untuk mencapai tujuannya dan merupakanbagian dari kegiatan sabilillah (jalan untuk menyampaikan ajaran Islam, memuliakan agama-Nya dan melaksankan hukum-hukum-Nya). Setiap orang harus mau terlibat dalam kegiatan sabilillah, karena hal ini adalah ciri dari keimanan seseorang dan bagian dari pemenuhan amanat Allah SWT selaku khalifah di muka bumi.
sumber : muhammadiyah